Morowali, Sultengekspres.com – Dugaan adanya praktik pelanggaran hukum dalam pengoperasian dermaga jetty milik PT. Bukit Jejer Sukses (PT. BJS) di Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali, memunculkan reaksi keras dari berbagai kalangan.

Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas III Bungku diduga terlibat dalam upaya melindungi kegiatan pelabuhan yang disebut tidak berizin tersebut.

Perusahaan pengolah kelapa sawit yang berlokasi di Desa Topogaro itu dikabarkan telah menggunakan fasilitas pelabuhan pribadi selama beberapa tahun tanpa memiliki izin Terminal Khusus (Tersus) sebagaimana diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Pelaksana Tugas (Plt.) Kantor UPP Kelas III Bungku, Ilyas, S.E., tidak dapat menunjukkan dokumen resmi yang membuktikan keabsahan izin tersebut.

Ia sempat mengirimkan salinan dokumen kepada wartawan, tetapi dokumen itu justru menimbulkan keraguan karena berbeda dari izin pelabuhan jetty lain di wilayah Morowali.

Tak lama setelah dikirim, dokumen itu dihapus oleh yang bersangkutan. Namun, salinannya telah diamankan oleh awak media untuk kepentingan pemeriksaan dan pembandingan dengan dokumen lain. Tindakan tersebut memunculkan dugaan bahwa pihak UPP Kelas III Bungku berusaha menutupi kondisi sebenarnya terkait status legalitas jetty PT. BJS.

Berdasarkan hasil investigasi, lahan tempat berdirinya jetty PT. BJS juga dilaporkan tumpang tindih dengan area milik PT. Baoshuo Taman Industry Investment Group (BTIIG), sebuah perusahaan pengolahan nikel asal Tiongkok.

Menanggapi temuan ini, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Bersama Rakyat Antikorupsi (GEBRAK) mendesak agar kasus tersebut segera ditangani aparat penegak hukum.

Humas GEBRAK, Thomy Kristianto, menegaskan bahwa lembaganya tidak akan tinggal diam apabila ditemukan unsur pelanggaran hukum dalam aktivitas pelabuhan tersebut.

“Jika PT. BJS tidak memiliki izin jetty, patut diduga ada kerja sama antara perusahaan dan pihak UPP Kelas III Bungku. Akibatnya, negara berpotensi kehilangan sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),” ujar Thomy.

Ia juga mengingatkan bahwa potensi praktik pungutan liar, gratifikasi, dan penyalahgunaan kewenangan dalam kasus ini dapat menjerumuskan oknum pejabat Kantor UPP Kelas III Bungku ke ranah pidana korupsi. Oleh sebab itu, GEBRAK mendesak agar UPP Kelas III Bungku secara terbuka menjelaskan fakta yang sebenarnya kepada masyarakat.

“Apabila ada oknum yang bermain, harus segera ditindak sesuai hukum yang berlaku. Jangan justru dilindungi,” tambahnya.

Lebih jauh, Thomy meminta agar aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap PT. BJS dan UPP Kelas III Bungku untuk memastikan keaslian dokumen izin serta mengungkap kemungkinan keterlibatan aparatur sipil negara (ASN).

“Kasus ini harus dibuka secara terang benderang. Rasanya mustahil izin Tersus dikeluarkan di atas lahan yang tumpang tindih dengan milik perusahaan lain,” tegasnya.

Sebagai langkah lanjutan, GEBRAK berkomitmen menelusuri setiap aspek dari kasus ini. Bila ditemukan bukti kuat adanya unsur tindak pidana korupsi, lembaga tersebut akan membawa persoalan ini ke tingkat nasional.

“Jika ada pelanggaran hukum, kami akan laporkan ke aparat penegak hukum, bahkan bila perlu sampai ke Presiden Republik Indonesia, bapak Prabowo Subianto,” tutup Thomy Kristianto.