Palu, Sultengekspres.com — Perbincangan hangat terkait keberadaan bus Trans Palu yang melibatkan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palu mengundang reaksi beragam di kalangan masyarakat.
Diskusi yang muncul di media online tersebut menimbulkan dua pandangan utama, yaitu pendukung dan penolak program Trans Palu.
Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Berantas Korupsi (GEBRAK) memandang perbedaan pendapat tersebut sebagai manifestasi semangat demokrasi.
GEBRAK menilai diskursus yang muncul dapat menjadi dasar mufakat untuk menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak.
Koordinator Presidium GEBRAK, Muhammad Rizky, menyatakan dukungan terhadap upaya evaluasi menyeluruh atas program Trans Palu, namun menegaskan penolakan terhadap penghapusan layanan bus tersebut.
“Adanya bus Trans Palu adalah sebuah gebrakan yang baik, namun kurangnya dorongan agar warga beralih ke transportasi umum harus menjadi fokus solusi,” ujar Rizky pada Kamis, 22 Mei 2025.
Menurut Rizky, evaluasi perlu difokuskan pada strategi peningkatan minat masyarakat terhadap angkutan umum tersebut. Ia menekankan perlunya Walikota Palu mencari metode yang tepat untuk mengatasi perbedaan pandangan antara eksekutif dan legislatif.
Rizky mengusulkan beberapa langkah, antara lain penerbitan peraturan wali kota (Perwali) yang mewajibkan pegawai negeri sipil menggunakan Trans Palu, pemberian program insentif seperti hadiah umrah dan hadiah lainnya melalui sistem undian, serta kerja sama dengan universitas, pengusaha perhotelan, dan perkantoran untuk mengedepankan penggunaan transportasi umum di zona eksklusif kota.
Lebih lanjut, Rizky menyayangkan Perusahaan Umum Daerah Kota Palu (Perumda) yang tidak berinisiatif membantu Walikota dalam mencari solusi untuk meningkatkan performa Trans Palu.
“Perumda mestinya aktif merancang strategi pemasaran agar Trans Palu diminati penumpang. Daripada sepi gawean. Jika pun tidak mampu, alangkah baiknya bubarkan saja itu Perumda,” tegasnya.
Rizky juga menegaskan bahwa bus Trans Palu merupakan simbol kota yang menjadi kebanggaan masyarakat. Penghapusan layanan ini, menurutnya, akan berdampak pada kehilangan pekerjaan sopir, menurunnya kebanggaan warga, serta hilangnya identitas kota maju dan berkembang.
Oleh karena itu, evaluasi program sebaiknya dilakukan secara berkala dan tidak diarahkan untuk menghapus keberadaan Trans Palu.
Tinggalkan Balasan