SP3 tersebut dikeluarkan pada 24 Oktober 2025 berdasarkan rekomendasi Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Direktur Kampanye YAMMI Sulawesi Tengah, Africhal Khamane’i, menilai penerbitan SP3 tersebut sebagai bentuk manipulasi fakta hukum yang mengabaikan temuan pemalsuan dokumen.

Ia menjelaskan bahwa dokumen IUP yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Konawe Utara tidak dapat dialihkan dan digunakan di wilayah Sulawesi Tengah tanpa dasar hukum yang sah.

Kondisi tersebut dinilai merugikan negara serta menimbulkan dampak bagi masyarakat.

Africhal menegaskan bahwa persoalan ini berkaitan erat dengan konsorsium industri pertambangan yang melibatkan Bintang Delapan Group Indonesia dan Tsingshan Steel Group Tiongkok melalui PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

Perusahaan tersebut sebelumnya menjadi sorotan nasional akibat pengoperasian bandara ilegal tanpa pengawasan Bea Cukai dan Imigrasi.

Temuan tersebut memunculkan dugaan adanya aktivitas yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Pernyataan Menteri Pertahanan mengenai prinsip “tidak boleh ada republik di dalam Republik” disebut memperkuat indikasi adanya anomali kedaulatan dalam aktivitas perusahaan-perusahaan konsorsium tersebut.

YAMMI Sulawesi Tengah menilai bahwa kasus dugaan pemalsuan dokumen IUP oleh PT BDW menjadi bagian dari pola pelanggaran hukum yang lebih luas.

Kasus tersebut dilaporkan oleh PT Artha Bumi Mining pada 13 Juli 2023, dengan objek dugaan pemalsuan berupa Surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Nomor 1489/30/DBM/2013 tertanggal 3 Oktober 2013.

Dokumen tersebut diduga digunakan PT BDW untuk memindahkan lokasi IUP dari Kabupaten Konawe ke Kabupaten Morowali.

Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah telah menetapkan tersangka berinisial FMI pada 13 Mei 2024 dan melakukan penahanan pada Juli 2024. Bareskrim Polri juga telah menggelar perkara khusus pada 12 Juni 2024.

YAMMI Sulawesi Tengah menyebut bahwa SP3 yang diterbitkan tidak selaras dengan proses hukum yang telah berjalan. Pemalsuan dokumen IUP PT BDW dinilai menimbulkan tumpang tindih wilayah pertambangan dengan lima perusahaan lain, termasuk PT Artha Bumi Mining dengan luas wilayah 10.160 hektare.

Kondisi tersebut mengakibatkan PT Artha Bumi Mining tidak dapat beroperasi selama satu dekade dan tidak berkontribusi kepada negara.

YAMMI Sulawesi Tengah akan mengajukan praperadilan untuk menguji legalitas SP3 tersebut. Africhal menyatakan bahwa penghentian penyidikan tidak memiliki dasar hukum yang kuat mengingat bukti pemalsuan telah terungkap, tersangka telah ditetapkan, dan proses penyidikan telah dilakukan oleh Bareskrim Polri.

Ia juga menyinggung bahwa isu ini perlu dilihat dalam konteks lebih luas terkait kebocoran sektor pertambangan yang pernah disampaikan Presiden pada masa kampanye.

YAMMI Sulawesi Tengah menduga adanya tekanan atau intervensi terhadap proses hukum mengingat besarnya kepentingan ekonomi yang terlibat.

Africhal menegaskan bahwa langkah organisasi tersebut untuk mencari keadilan akan tetap dilanjutkan meskipun terdapat ancaman yang diterima. Menurutnya, penegakan hukum dan kedaulatan negara harus menjadi prioritas dalam menyelesaikan persoalan ini.