Palu, Sultengekspres.com – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Sulawesi Tengah, kembali menggelar Diklat Khusus Profesi Advokat (DKPA), bagi 16 calon advokat yang akan di sumpah untuk menjadi advokat, yang dilaksanakan di Parama Su Hotel, Rabu (10/12). Yang di buka Ketua Prodi mewakili Dekan Fakultas Hukum Untad Palu, dan diharir ketua DPD KAI Sulteng, Dr. Kaharudin Syah. SH. MH.
DKPA KAI Sulteng tersebut menghadirkan pemateri dari hakim Pengadilan Tinggi Sulteng Sohe. SH. MH, Wakil Sekretaris Jenderal DPP KAI Riswanto Lasdin. SH. MH, dan Kejaksaan Tinggi Sulteng.
Wasekjen DPP KAI Riswanto Lasdin dalam materinya, memperkenalkan sejarah singkatbberdirinya organisasi advokat di Indonesia.
Advokat di Indonesia menurut Riswanto, tidak lepas dari masa kolonial Belanda. Sehingga peluang untuk mencicipi dunia hukum baru bisa dirasakan bangsa Indonesia ketika Belanda mendirikan sekolah hukum dengan nama, Rechtsschool di Batavia.
Pada awal abad ke 20 ungkap Riswanto, peran strategis advokat terlihat ketika tejadi gejolak di bidang sosial politik tanah air, seiring tumbuhnya semangat nasionalisme para advokat Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan.
“Dulu itu untuk mendapatkan legalisasi sebagai advokat masih diangkat oleh pengadilan tinggi, belum diangkat oleh organisasi, karena saat itu organisasi belum ada, ini sejarah singkat berdirinya organisasi advokat untuk lebih mendalami sejarah advokat,” ujarnya.
Kata dia, karena terjadi gejolak politik dan keadaan bangsa Indonesia masih belum stabil, sehingga ada perwakilan advokat di parlemen walaupun tidak disebut sebagai advokat.
“Karena lahirnya UU Kehakiman, maka di tegaskan bahwa dalam UU tersebut penegakan hukum ada empat, Hakim, Polisi, Jaksa, dan Pengacara,” ungkapnya.
Dengan demikian kata Riswanto, lahirlah UU tentang advokat nomor 18 tahun 2003, yang sampai saat ini masih terus berlaku, walaupun telah ada wacana akan ada UU advokat baru yang akan di keluarkan oleh pemerintah.
“Insya Allah, tahun depan (2026) akan ada UU baru, dan saat ini masih sementara dibahas di DPR,” katanya.
Menurutnya, UU memerintahkan agar membentuknya wadah tunggal paling lambat 2 tahun untuk membentuk Kongres Advokat, kepada 8 organisasi advokat di Indonesia.
“Perintah inilah sehingga terbentuklah wadah tunggal paling lama 2 tahun, yang namanya Peradi yang di bentuk pada tahun 2006,” imbuhnya.
Hanya saja kata dia, ada kejanggalan, dimana Peradi dibentuk hanya berdasarkan akta notaris, sementara perintah UU harus melalui musyawarah nasional dengan melibatkan seluruh organisasi advokat yang ada di Indonesia.
“Inilah yang memicu kemarahan para advokat se Indonesia, masa sekelas organisasi advokat yang merupakan organ negara hanya di bentuk dengan akta notaris, sehingga timbullah gejolak” katanya.
Menurut Riswanto, pada tanggal 30 Mei 2008, dilaksanakan Kongres Nasional Advokat Indonesia yang dihadiri lebih dari 7500 advokat di seluruh Indonesia.
KAI lanjut dia, merupakan organisasi advokat perjuangan yang menganut sistem multi bar, bersifat terbuka, modern, bebas, mandiri, bertanggung jawab dan mengembang misi luhur para advokat untuk turut serta menegakkan hukum dalam pengembangan profesi advokat Indonesia yang memiliki integritas untuk mewujudkan pembangunan hukum nasional dan internasional.
“KAI di dirikan di Jakarta berdasarkan keputusan Nasional Kongres Ad Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution. SH. MH, sehingga diakui secara konstitusional oleh negara berdasar UU advokat nomor 18 tahun 2003,” pungkasnya.





Tinggalkan Balasan