Kata dia, dana CSR yang di kelola secara pribadi oleh oknum Kades AH, semenjak sang kades pertama menjabat.
Hal inilah lanjut dia, yang menjadi dorongan pihak Pidsus Kejati Sulteng untuk terus melakukan upaya dengan memeriksa beberapa perusahan yang telah mengucurkan dana CSR kepada desa-desa di lingkar tambang nikel di Morut.
“Rp 9 miliar itu masih angka datar-datar saja, kita akan masuk lagi lebih jauh kedalam,” ungkapnya.
Salahuddin menjelaskan, hasil ‘buruan’ tersebut bukan bagian dari operasi senyap atau kaget, tetapi hasil penyelidikan yang ditingkatkan ke penyidikan, sehingga diharuskan pihaknya melakukan penggeledahan dan penyitaan, serat perasaan aset milik AH yang jumlahnya sangat Funtastic tersebut.
“Tindak pidana korupsi itu sifatnya adalah progresif. Kita tidak hanya sespeknya saja, tetapi negara sudah menjadi korban dan kita harus menyelamatkan apa yang sudah di rampas dari negara, itulah Tipikor secara progresif,” katanyaa.
Salahuddin menjelaskan, penggeledahan yang di lakukan penyidik Kejati Sulteng terhadap harta milik AH, karena mendapat laporan dari warga yang meminta agar kasus tersebut segera ditindak lanjuti.
“Sudah ada laporan, jadi sudah penyelidikan, di periksa full buket dari teman-teman teman di Pidsus kemudian di naikan ke penyidikan, karena sudah status penyidikan, makanya kami lakukan upaya-upaya paksa,”tandasnya.
Salahuddin menjelaskan, untuk tiga unit alat berat jenis eksavator, untuk sementara ini masih di titip dengan desa Tamainusi, Morut, karena pihaknya tidak memiliki mobil angkutan.
Sedangkan barang bukti yang berhasil di bawa ke Kejati Sulteng (Palu/red) untuk sementara di titip di Rumah Penitipan Barang Bukti diwilayah Kecamatan Palu Utara.
“Tiga unit eksavator masih kami titip di sana (Desa Tamainusi) karena kami tidak bisa bawa juga kekurangan personel, ini nantinya ada upaya-upaya kira menggerakkan babuk yang sudah kita sita,” pungkasnnya.





Tinggalkan Balasan