Palu, Sultengekspres.com – Organisasi masyarakat sipil Gerakan Berantas Korupsi (GEBRAK) secara resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Bendungan Irigasi Puna Kiri yang didanai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Tengah tahun anggaran 2022 dengan nilai mencapai sekitar Rp4 miliar. Laporan tersebut disampaikan kepada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam pelaporannya, GEBRAK menyampaikan adanya data baru yang mengindikasikan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek, yang berpotensi menyebabkan kerugian negara serta berdampak negatif secara sosial dan ekonomi terhadap masyarakat.
Proyek ini diketahui dilaksanakan oleh CV. Liuntuhaseng Brothers melalui Bidang Irigasi dan Rawa pada Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (Cikasda) Provinsi Sulawesi Tengah.
Sejak awal pelaksanaan, proyek tersebut telah menunjukkan indikasi ketidaksesuaian, bahkan dugaan permasalahan telah muncul sejak tahap lelang, pelaksanaan teknis, hingga pencairan anggaran. Berdasarkan laporan masyarakat sekitar, kerusakan konstruksi telah terjadi saat proses pembangunan berlangsung. Namun, upaya perbaikan yang dilakukan hanya bersifat sementara, terbatas pada penambalan retakan pondasi, tanpa perbaikan struktural yang menyeluruh.
Diduga bahwa kerusakan tersebut dipicu oleh penggunaan material yang tidak sesuai dengan ketentuan kontrak serta tidak memenuhi standar teknis konstruksi. Akibatnya, petani di wilayah terdampak tidak dapat mengakses air irigasi selama beberapa musim tanam, yang berdampak pada penurunan produktivitas dan kesejahteraan. Luas lahan pertanian yang terdampak diperkirakan mencapai 1.700 hektare. Kondisi ini dinilai berpotensi menghambat program swasembada pangan nasional.
Ketua Presidium GEBRAK, Muhammad Rizky, menyatakan pada Senin (4/8) bahwa pihaknya tidak hanya melaporkan pihak kontraktor, tetapi juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), proyek tersebut. Pihaknya berkomitmen untuk mengawal proses hukum dan siap membantu penyidik dalam menghimpun data yang diperlukan.
Sementara itu, Kepala Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air Provinsi Sulawesi Tengah, Dr. Andi Ruly Djanggola, S.E., M.Si., menyampaikan bahwa instansinya telah memberikan teguran baik secara lisan maupun tertulis kepada kontraktor pelaksana, namun teguran tersebut tidak mendapatkan tanggapan serius.
GEBRAK juga mengungkap dugaan adanya kepentingan tertentu di balik proyek tersebut, termasuk potensi proyek titipan dan pemberian fee kepada sejumlah oknum pejabat sebagai bentuk balas jasa. Selain itu, terdapat indikasi pengaturan dalam proses tender yang diduga menghilangkan asas transparansi, mengganggu persaingan sehat, dan mengintervensi independensi pengambilan keputusan.
Ketua Komisi III DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Sonny Tandra, dalam rapat bersama organisasi perangkat daerah terkait, menegaskan pentingnya fungsi bendungan tersebut, terutama dalam menghadapi musim tanam. Menurutnya, kebutuhan akan pasokan air sangat mendesak bagi masyarakat setempat.
GEBRAK juga menduga adanya kolusi antara pihak kontraktor dengan sejumlah pejabat, antara lain PPK dan KPA dalam proses lelang proyek tersebut. Oleh karena itu, GEBRAK meminta agar Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap dugaan keterlibatan para pihak tersebut.
Berdasarkan berbagai temuan tersebut, GEBRAK mendesak dilakukannya penyelidikan secara komprehensif dan objektif terhadap proyek Bendungan Irigasi Puna Kiri, serta menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab.
GEBRAK juga menyampaikan bahwa pihaknya akan kembali melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek tahun anggaran 2023 dan 2024 di bawah pengawasan Bidang Irigasi dan Rawa Dinas Cikasda. Organisasi ini menegaskan komitmennya untuk terus mengawasi penggunaan dana negara dan akan melaporkan setiap dugaan pelanggaran kepada aparat penegak hukum.
Tinggalkan Balasan