Palu, Sultengekspres.com – Polemik pertanahan yang menyeret PT Nipsea Paint And Chemicals kembali memanas setelah tuduhan penyerobotan lahan dan kritik terhadap keabsahan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 00172 kembali disuarakan pihak yang mengatasnamakan ahli waris Hubaib.
Penelusuran terhadap dokumen pertanahan dan rangkaian transaksi menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
Rangkaian Transaksi: Dua Dekade Perpindahan Hak Tanah
Dokumen administrasi yang ditelusuri menunjukkan bahwa tanah yang disengketakan berasal dari transaksi antara Hubaib dan Darwis Mayeri pada 25 Januari 2002. Transaksi tersebut menghasilkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 00342/Lolu/2002 dengan luas 6.480 meter persegi.
Dua puluh tahun kemudian, pada 18 Januari 2022, Darwis Mayeri menjual sebagian lahan seluas 3.534 meter persegi kepada PT Nipsea Paint melalui Akta Jual Beli No. 33/2022 yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Agung Ryan Pramana, S.H., M.Kn. Pemecahan sertifikat kemudian menghasilkan SHM No. 02609 yang berubah menjadi SHGB No. 00172 atas nama PT Nipsea Paint dengan masa berlaku sampai 28 Desember 2041.
Kuasa Hukum Nippon Paint: Tuduhan Tidak Tepat Sasaran
Kuasa hukum Nippon Paint, Julianer Aditia Warwan, menyampaikan bahwa fokus tuduhan keliru diarahkan kepada perusahaan, padahal transaksi yang menjadi sumber sengketa terjadi jauh sebelum pembelian oleh Nippon Paint.
“Subjek permasalahan justru berada pada proses antara Joni Mardanis dan Darwis Mayeri. Perusahaan memperoleh tanah setelah sertifikat terbit dan tanpa catatan sengketa,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa seluruh tahapan jual beli telah mengikuti prosedur hukum pertanahan dan berdasarkan sertifikat yang sah.
Status Sertifikat: Tidak Ada Pembatalan oleh BPN
SHGB No. 00172 tetap tercatat aktif karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sigi tidak pernah mengeluarkan keputusan pembatalan. Berdasarkan asas contrarius actus, pembatalan sertifikat hanya dapat dilakukan oleh pejabat yang menerbitkannya.
“Tidak ada instansi resmi yang menyatakan sertifikat tersebut tidak sah. Dokumen masih memiliki kekuatan hukum penuh,” kata Julianer.
Saksi Mahkota Belum Diperiksa: Penyidikan Dinilai Tidak Lengkap
Kuasa hukum perusahaan juga menyoroti belum diperiksanya saksi mahkota yang memiliki informasi penting mengenai serah terima tanah pada tahun 2002 serta keaslian tanda tangan dokumen.
“Ketidakjelasan pemeriksaan saksi mahkota menjadi kejanggalan yang memengaruhi kelengkapan penyidikan,” tegasnya.
Indikasi Pola yang Tidak Berdiri Sendiri
Analisis terhadap pola konflik menunjukkan adanya dugaan keterlibatan jaringan yang mencoba menggeser fokus persoalan kepada Nippon Paint, meskipun transaksi awal terjadi dua dekade sebelumnya.
“Ada indikasi upaya terorganisasi yang memanfaatkan situasi ini. Klarifikasi dari BPN Sigi sangat diperlukan,” kata Julianer.
Isu Warkah Palsu: Belum Terdapat Putusan Hukum
Pihak perusahaan menegaskan tidak mengetahui adanya dugaan 13 warkah palsu dalam proses terbitnya SHM No. 00342. Penyidik pun belum memiliki dasar kuat karena tidak ada putusan pidana yang menyatakan Darwis Mayeri melakukan pemalsuan.
Kesimpulan Sementara: Kasus Memerlukan Penanganan Menyeluruh
Sengketa ini masih berkembang dan menuntut penanganan komprehensif dari aparat penegak hukum serta lembaga pertanahan agar kepastian hukum terjaga dan perlindungan terhadap pembeli beritikad baik dapat dijamin.





Tinggalkan Balasan