Palu, Sultengekspres.com – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, melalui bidang penerangan hukum, melakukan penyuluhan hukum di Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III Palu, dengan tema, “Mitigasi Risiko Hukum Terhadap Addendum Kontrak Akibat Keterlambatan Pekerjaan PB&J Pemerintah”, Senin (27/10), di aula kantor BWSS III Palu, yang di hadiri Asisten Intelijen Ardi Surianto. SH. MH, Kasi Intel La Ode Abd. Sofyan. SH. MH, Kasi Sosbud, Firdaus M Zen. SH. MH, Pejabat Utama BWSS III Palu.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulteng, La Ode Abd Sofyan dalam materinya mengatakan keterlambatan dalam pelaksanaan pekerjaan barang dan jasa merupakan salah satu risiko utama yang sering dihadapi di dalam dunia pengadaan.
Kata dia, risiko tersebut tidak hanya berdampak pada pihak penyedia jasa, tetapi juga berdampak pada pengguna dan pemangku kepentingan lainnya.
“Keterlambatan dapat menggangu jadwal proyek, mengingkatkan biaya, dan bahkan menyebabkan kerugian yang signifikan,” tandasnya.
Menurutnya, Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan disebabkan oleh yang tidak dapat di hindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Selain itu lanjut dia, pekerja proyek dapat disebabkan kelalaian Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang tidak cermat dalam merencanakan pekerjaan.
“Sehingga berpengaruh pada pekerjaan di lapangan. Namun demikian yang sering terjadi adalah, keterlambatan pekerjaan di sebabkan oleh kelalaian dari pihak penyedia barang/jasa,” jelasnya.
Sebagai solusi, La Ode menjelaskan, penyelesaian keterlambatan pekerjaan dapat di tempuh dengan perpanjangan kontrak.
“Ada dua bentuk perpanjangan kontrak yaitu perpanjangan masa pelaksanaan dan pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan,” ujarnya.
Kata La Ode, aturan perpanjangan kontrak tertuang dalam Peraturan Presiden tentang pengadaan barang dan jasa, Parlem LKPP dan PMK, sehingga perlu kajian yang mendalam untuk penerapannya.
Terkait pemutusan kontrak, La Ode menjabarkan, dalam Pepres nomor 54tahunn2010 pasal 93 ayat (1) yang berbunyi, PPK dapat memutuskan kontrak sepihak apabila, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia barang/jasa sudah melampaui 5 persen dari nilai kontrak.





Tinggalkan Balasan