Palu, Sultengekspres.com – Gelaran kegiatan Semarak Sulteng Nambaso 2025 yang berlangsung selama satu bulan kini memasuki tahap penyelidikan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng), menyusul laporan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rumah Hukum Tadulako terkait dugaan penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Pada Kamis (12/6), dua pejabat tinggi Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, yakni Sekretaris Daerah Provinsi, Novalina Wiswadewa, serta Kepala Dinas Bina Marga, Faidul Keteng, dipanggil oleh penyidik Kejati untuk memberikan keterangan. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara tertutup tanpa peliputan media.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulteng, Laode Abdul Sofian, menyampaikan bahwa pemanggilan tersebut merupakan bagian dari proses klarifikasi atas laporan dugaan penyimpangan yang diterima.
“Yang dimintai keterangan adalah penanggung jawab kegiatan,” jelasnya.
Laporan dari LBH Rumah Hukum Tadulako menyoroti sejumlah isu krusial, antara lain ketidakjelasan terkait besaran anggaran, sumber dana, serta pertanggungjawabannya. Selain itu, terdapat indikasi tumpang tindih pembiayaan antara dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan dana sponsor, yang dinilai tidak memiliki kejelasan akuntabilitas administratif maupun kepatuhan terhadap prinsip hukum publik.
Aspek yang paling disorot adalah potensi konflik kepentingan dan dugaan gratifikasi, khususnya dari sponsor yang berasal dari sektor pertambangan. Keterlibatan pihak swasta dalam kegiatan publik dinilai berisiko memengaruhi kebijakan pemerintah.
Direktur LBH Rumah Hukum Tadulako, Moh. Rivaldy Prasetyo, mengkritik kegiatan tersebut sebagai bentuk pemborosan anggaran yang tidak sejalan dengan prinsip efektivitas pembangunan.
“Tidak ada dampak produktif yang nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
Reaksi keras juga datang dari berbagai kalangan, termasuk pegiat sosial dan pemerhati kebijakan daerah. Presidium Gerakan Berantas Korupsi (GEBRAK), Abdul Kadir, menilai kegiatan tersebut bertentangan dengan kebijakan efisiensi anggaran yang tengah digalakkan Pemerintah Pusat.
“Presiden berupaya menghemat anggaran, namun di daerah justru digunakan untuk kegiatan hiburan yang tidak memiliki nilai strategis,” ungkapnya.
Pandangan kritis turut disampaikan oleh pelaku ekonomi lokal. Sekretaris Jaringan Usaha Kecil Menengah Indonesia (JUKMI), Iskandar Zulkarnain, menyampaikan bahwa pelaku UMKM tidak merasakan dampak positif dari kegiatan tersebut.
“Sebagian besar pelaku UMKM justru mengalami penurunan penjualan, dan mengeluhkan penyelenggaraan yang tidak berorientasi pada peningkatan daya beli,” jelasnya.
Proses penyelidikan oleh Kejati Sulteng masih berlangsung. Perkembangan lebih lanjut terkait hasil pemeriksaan dan kemungkinan peningkatan status perkara akan menjadi perhatian publik, khususnya masyarakat Sulawesi Tengah yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dari setiap penggunaan anggaran publik.
Tinggalkan Balasan