Donggala, Sultengekspres.com – Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Donggala terhadap kepala Desa Soulowe, Kecamatan Dolo, Kabupaten Sigi, terkdawa kasus dugaan pelecehan terhadap korban berinisial WHRM dengan pidana penjara selama 5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, apabila tidak di bayar akan diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan, dinilai kuasa hukum terdakwa Whrm syarat interfensi dari keluarga korban.

Penasehat hukum Whrm, Dr. Egar Mahesa. SH.MH, yang ditemui media ini, Rabu (21/5/2025) mengatakan, saat pembacaan tuntutan oleh JPU pada sidang di Pengadilan Negeri Kelas II Donggala, Selasa (20/5/2025) terhadap kliennya, JPU tidak mencantumkan satu saksi yakni ketua ada Desa Soulowe, Sudin, Dg Matalu yang pernah melakukan sidang adat tehadap pelaku berinisial KZ, dan Whrm.

“Ketua adat pak Sudin Dg Matalu, saat sidang pembacaan tuntutan namanya tidak di cantumkan oleh JPU dalam tuntutannya,” ujar Egar.

Menurut Egar, saat persidangan, saksi Sudin telah memberikan keterangan yang sebenarnya kepada jaksa dan juga hakim, namun saat pembacaan tuntutan, nama itu tidak di cantumkan.

Egar mengaku heran dengan tuntutan JPU yang sama sekali tidak menyinggung nama Sidin, padahal ketua ada Desa Soulowe tersebut sangat penting untuk meringankan hukuman dari Whrm.

“Padahal kesaksian dia itu (Sudin) memgungkap fakta yang sebenarnya tapi tidak di cantumkan di tuntutan, sementara kesaksian dari pak Sudin ini sangat penting,” jelasnya.

Pasalnya kata Egar, kesaksian dari Sudin sangat menentukan benar atau tidaknya dari perbuatan cabul dari terdakwa terhadap korban KZ yang juga merupakan keponakannya sendiri dari tuntutan maupun dakwaan JPU.

“Jadi itu saja yang menjadi janggal menurut kami sebagai penasehat hukum, karena nama satu saksi yang tidak ad sama sekali dalam tuntutan JPU,” tandasnya.

Sehingga kata dia, dengan tuntutan yang dinilai janggal tersebut sehingga pihaknya akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi pada persidangan selanjutnya, Selasa 27 Mei 2025 mendatang.

Terkait tuntutan penjara yang cukup tinggi yakni 5 tahun dan denda Rp 1 miliar, subsider 6 bulan penjara, Egar menegaskan bahwa tuntutan tersebut sangat tidak adil, karena satu nama saksi yang tidak di cantumkan dalam tuntutan tersebut.

“Kalau di cantumkan saksi itu bisa-bisa tuntutan jaksa dibawa daripada dibawa dari 5 tahun penjara, tapi walaupun bagaimana menurut kami tuntutan Jaksa cacat formil karena ada saksi yang tidak dimasukkan kedalam tuntutan itu,” tegasnnya.

Egar menduga, ada Interfensi dari pihak korban yang menakan jaksa agar memberi hukuman terhadap kliennya dengan tuntutan sangat tidak masuk akal.

“Kalau kami melihat hanya ada interfensi, karena jaksa itu di interfensi oleh pihak keluarga korban, karena di Medsos selalu berkoar-koar bahwa akan membawa bukti dan lain sebagainya,” katanya.