Jakarta, sultengekspres.com – Pada tanggal 16 Februari 2025, Presiden Prabowo Subianto secara resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025.

PP 6/2025 merupakan revisi dari PP Nomor 37 Tahun 2021 yang mengatur penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

Kebijakan ini dirancang untuk memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di tengah dinamika pasar kerja nasional.

Salah satu poin penting dalam PP 6/2025 adalah pemberian uang tunai kepada pekerja yang mengalami PHK.

Berdasarkan pasal 21 ayat (1), pekerja yang memenuhi syarat akan menerima manfaat berupa uang tunai sebesar 60% dari upah, dengan batas maksimal Rp5 juta per bulan, selama periode paling lama enam bulan.

Artinya, pekerja dapat memperoleh bantuan keuangan hingga Rp3 juta setiap bulannya selama masa transisi pasca-PHK, yang diharapkan mampu meringankan beban ekonomi mereka.

Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengungkapkan bahwa meskipun aturan ini memberikan keuntungan signifikan, terdapat beberapa tantangan dalam implementasinya.

Saat ini, hanya sekitar 14% hingga 15% dari total 50 juta pekerja formal yang memenuhi syarat untuk mendapatkan klaim JKP.

Hal ini menimbulkan harapan agar PP 6/2025 segera dilengkapi dengan ketentuan yang lebih komprehensif mengenai persyaratan peserta, tanpa harus melibatkan kepesertaan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Selain itu, aturan tersebut hanya berlaku bagi pekerja dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang mengalami pemutusan kontrak.

Pekerja yang kontraknya berakhir tanpa perpanjangan tidak akan memperoleh fasilitas klaim maupun pelatihan kerja.

Timboel Siregar menyoroti bahwa perpanjangan masa kontrak dari 3 tahun menjadi 5 tahun justru menambah jumlah pekerja yang terikat kontrak, sehingga meningkatkan potensi jumlah pekerja yang tidak mendapatkan manfaat JKP saat kontrak mereka habis.

Di sisi pengusaha, PP 6/2025 tidak membebankan iuran tambahan. Sumber pendanaan JKP berasal dari rekomposisi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,14% dan dukungan dari APBN sebesar 0,22%.

Dengan demikian, perusahaan yang telah mendaftarkan pekerja pada program JKK dan JKM tidak perlu khawatir akan adanya biaya tambahan dalam pelaksanaan JKP.

PP 6/2025 diharapkan dapat memperkuat jaringan perlindungan sosial bagi pekerja dan menjadi langkah strategis dalam menghadapi tantangan ekonomi yang timbul akibat PHK.

Kebijakan ini tidak hanya memberikan manfaat keuangan, tetapi juga mendukung peningkatan kompetensi melalui pelatihan kerja dan informasi pasar tenaga kerja, sehingga pekerja dapat lebih siap menghadapi perubahan dinamika ekonomi.