Palu, Sultengeskpres.com – Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulawesi Tengah, Julianer Aditia Warman. SH, menjadi narasumber di hari kedua Diklat Khusus Profesi Advokat (DKPA) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kongres Advokat Indonesia (KAI) Sulteng, Kamis (11/12) dengan judul materi Proses Persidangan Pengujian Undang-Undang di Mahkamah Agung (MK), yang diikuti 16 calon advokat.

Dalam materinya, Julianer menjelaskan alur proses persidangan di MK, dimana seorang pengacara dalam menangani perkara ugajukan gugatan sengketa Pilkada harus terlebih dulu mengajukan atau mendaftar perkara seperti, permohonan, alat bukti, daftar alat bukti, dan soft copy permohonan, dan daftar alat bukti ke MK.

Julianer yang berpengalaman dalam perkara sengketa Pilkada di MK menerangkan, berperkara di MK, pemohon harus datang langsung ke Gedung MK dengan membawa permohonan tertulis yang berbahasa Indonesia, dan menandatangani kuasa sebanyak 12 rangkap, disertai alat bukti.

Sebelum mengajukan permohonan kata dia, pemohon terlebih dulu berkonsultasi langsung terkait teknis mengajukan permohonan ke bagian Kepaniteraan MK.

“Permohonan pengujian UU dapat juga dilakukan secara online acces to juctice bagi pencari keadilan, persyaratan pengajuan permohonan secara online (Kelengkapannya-red) sama dengan permohonan secara offline,” jelasnya.

Dirinya mencontohkan, dalam persidangan perkara PPU, terlebih dulu dilakukan pemeriksaan pendahuluan sesuai pasal 39 UU MK. Dimana, sebelum memeriksa pokok perkara, MK mengadakan pemeriksaan kelengkapan dana kejelasan materi permohonan yang dilakukan dlam sidang panel oleh 3 orang hakim konstitusi.

“Karena bukan sebuha sengketa kepentingan, maka menjadi sebuah kewajiban bagi panel untuk memberi nasehat kepada pemohon untuk melengkapi atu memperbaiki dalam jangka waktu paling lambat 14. Setelah sidang pendahuluan, pemohon diberi kesempatan selama 14 hari untuk melakukan perbaikan sebagaimana nasehat atau saran dari hakim panel,” ujarnya.

Sementara terkait putisan MK, Julianer menambahkan, MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, karena putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.