Palu, Sultengekspres.com – Gubernur Sulawesi Tengah, Anwar Hafid, bersama Wakil Gubernur, dr. Reny Lamadjido, menggelar audiensi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulteng di Ruang Kerja Gubernur pada Kamis (6/3/2025).

Pertemuan yang dihadiri langsung oleh Kepala Perwakilan BPKP Sulteng, Edy Suharto, ini membahas strategi optimalisasi pengelolaan pajak daerah guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Anwar Hafid menyoroti pentingnya pemungutan pajak dari perusahaan yang beroperasi di Sulawesi Tengah, khususnya di Morowali dan Morowali Utara.

Ia membandingkan penerimaan pajak daerah dengan Kalimantan Timur yang mampu menyerap pajak perusahaan hingga Rp6 triliun, sedangkan Sulawesi Tengah masih jauh di bawah angka tersebut.

Salah satu sumber pajak yang dinilai belum dimaksimalkan adalah pajak kendaraan operasional perusahaan.

“Kami ini punya dana bagi hasil yang sangat kecil. Setiap kali berbicara soal pajak, selalu ada alasan investasi, seakan-akan kita tidak punya keberanian untuk menagih hak kita sendiri. Tapi kemarin Pak Prabowo sudah bilang, jangan takut. Kalau perlu, investasi harus lebih tegas aturannya agar memberikan manfaat yang lebih besar bagi daerah,” tegas Anwar Hafid.

Gubernur menekankan pentingnya sinergi antara Pemprov Sulteng dan BPKP untuk memastikan bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak dapat membayarnya dengan jujur dan transparan.

“Kita harus bersinergi dengan BPKP agar potensi pajak benar-benar masuk ke kas daerah. Tidak boleh ada celah bagi perusahaan untuk menghindari kewajibannya. Ini bukan hanya soal pemasukan daerah, tetapi juga tentang keadilan bagi masyarakat yang harus merasakan manfaat dari investasi yang masuk ke Sulteng,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala BPKP Sulteng, Edy Suharto, mengungkapkan bahwa terdapat potensi penerimaan daerah sebesar Rp6-8 miliar yang belum terealisasi.

Beberapa sumber pajak yang belum tergarap maksimal antara lain pajak air permukaan sebesar Rp2 miliar dan pajak alat berat senilai Rp685 juta.

Ia juga menyoroti lemahnya sistem penghitungan potensi pajak dan rendahnya penetapan PAD.

Dalam evaluasi terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BPKP menemukan bahwa dari 10 BUMD yang ada di Sulteng, hanya tiga yang masih aktif, yakni dua di Palu dan satu di Banggai.

Namun, ketiga BUMD tersebut dinilai belum memberikan kontribusi optimal terhadap perekonomian daerah. Selain itu, selama enam tahun terakhir, BPKP telah menangani 51 kasus penyimpangan administrasi di berbagai sektor.

Edy Suharto juga menyoroti kondisi investasi di Morowali, yang memiliki sekitar 102 ribu tenaga kerja lokal dan 19 ribu tenaga kerja asing.

Meskipun tingkat pengangguran terbuka di wilayah tersebut menurun, hambatan investasi masih terjadi, terutama dalam perizinan, keterbatasan SDM pelayanan, serta kurangnya pemahaman pelaku usaha terhadap sistem Online Single Submission (OSS).

Lebih lanjut, BPKP menyoroti belum adanya regulasi yang jelas terkait penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan ke sektor UMKM.

Tidak adanya analisis kebutuhan UMKM yang konkret serta basis data yang memadai menjadi kendala utama. Oleh karena itu, BPKP merekomendasikan agar pemerintah daerah memperkuat koordinasi dengan Bappenas dalam memanfaatkan data nasional untuk program sosial ekonomi, memperbaiki tata kelola BUMD, serta menyusun perencanaan berbasis riset dan kebutuhan masyarakat.