Palu, Sultengekspres.com – Cabang Kejaksaan Negeri Parigi Moutong di Tinombo, menghentikan perkara kasus penganiayaan dengan tersangka Ibrahim yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Kasus penganiayaan tersebut bermula saat tersangka Ibrahim membeli minuman keras tradisional jenis cap tikus di Desa Lado, Kecamatan Sidoan, Kabupaten Parigi Moutong.
Tersangka yang saat itu dalam keadaan mabuk, ditegur korban Nuhan Hartono yang merupakan Kepala Desa, agar tersangka tidak lagi mengkonsumsi minuman keras di tempat umum.
Teguran korban tidak di terima oleh tersangka sehingga berujung pada perselisihan, karena tersangka tersulut emosi.
Tersangka kemudian memberikan bogem mentah ke korban dan mengenai bibir bagian kanan korban sebanyak satu kali.
Akibat perbuatan tersangka, korban mengalami luka robek pada bibir, luka memar, dan luka lecet, sesuai hasil visum seperti yang tertuang dalam surat Visum Et Repertum Nomor: 800/01/PKM Tada/X/2025 tanggal 25 Oktober 2025, yang diterbitkan oleh UPTD Puskesmas Tada.
Karena luka bagian bibir yang dijahit, korban sempat dirawat di puskesmas Tada, untuk beberapa hari.
Kasus penganiayaan tersebut mendapat penanganan serius dari Cabjari Tinombo, namun tidak sampai pada tahap penuntutan, karena kedua bela pihak sepakat untuk berdamai.
Sehingga, Rabu (17/12) Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Immanuel Rudy Pailang, S.H., M.H, Rabu (17/12) memimpin ekspose permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restorative Justice (RJ) melalui daring dengan yang diselenggarakan Pidan Umum (Pidum) Kejati Sulteng bersama Jampidum Kejaksaan Republik Indonesia.
Kegiatan tersebut wujud dari konsistensi Kejaksaan dalam mengedepankan pendekatan hukum yang humanis, berkeadilan, dan berorientasi pada pemulihan hubungan sosial di tengah masyarakat.
Sebelum melakukan RJ, Wakajati Sulteng, sempat melakukan evaluasi terhadap kesiapan pelaksanaan ekspose, seperti kelengkapan administrasi hingga kesiapan materi paparan yang disajikan, baik dalam bentuk presentasi maupun dokumentasi pendukung, guna memastikan seluruh tahapan RJ dilaksanakan secara cermat, profesional, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Dalam ekspose tersebut, permohonan penghentian penuntutan diajukan setelah seluruh syarat formil dan materil Restorative Justice terpenuhi.
Selain itu, sejumlah pertimbangan kemanusiaan dan sosial turut menjadi dasar pengajuan, di antaranya tersangka merupakan tulang punggung keluarga, mengakui kesalahan, dan menyesali perbuatannya, serta memiliki tanggungan terhadap tiga orang anak yang masih berusia di bawah umur, sehingga tercapai kesepakatan perdamaian antara tersangka dan korban.
Perdamaian tersebut dinilai penting guna menjaga harmonisasi hubungan kekeluargaan, mengingat tersangka dan korban memiliki hubungan sebagai ipar.
Berdasarkan hasil ekspose dan pertimbangan menyeluruh, permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut disetujui dan diterima oleh jajaran JAM Pidum.
Kasi Penkum Kejati Sulteng, La Ode Abdul Sofyan. SH. MH mengatakan, melalui penerapan keadilan restoratif, Kejati Sulteng menegaskan komitmennya dalam menghadirkan penegakan hukum yang tidak hanya berorientasi pada kepastian hukum, tetapi juga mengedepankan nilai keadilan, kemanfaatan, serta pemulihan hubungan sosial di tengah masyarakat.





Tinggalkan Balasan