Jakarta, sultengekspres.com – Nilai tukar rupiah kembali melemah pada perdagangan pasar spot Selasa (8/4), dibuka di posisi Rp16.858 per dolar AS, turun 36 poin atau 0,22 persen.

Pelemahan ini menguatkan kekhawatiran bahwa rupiah mendekati level terendah dalam sejarah sejak krisis ekonomi tahun 1998.

Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, membenarkan bahwa rupiah berada di titik paling lemah sepanjang sejarah. Menurutnya, posisi ini hampir menyamai puncak pelemahan tahun 1998 yang mencapai Rp16.850 per dolar AS.

Sementara itu, mata uang Asia lainnya menunjukkan pergerakan beragam. Baht Thailand melemah 0,01 persen, won Korea Selatan menguat 0,22 persen, yen Jepang naik 0,16 persen, dan ringgit Malaysia turun 0,08 persen.

Di sisi lain, mata uang utama negara maju seperti poundsterling Inggris, dolar Australia, dan dolar Kanada semuanya menunjukkan penguatan terhadap dolar AS.

Pengamat pasar keuangan Lukman Leong menyebut pelemahan rupiah dipicu oleh sentimen risk-off akibat perang tarif yang diinisiasi oleh kebijakan Presiden Donald Trump.

Dalam kondisi pasar seperti ini, investor cenderung menghindari aset berisiko dan memilih menyimpan dana mereka dalam bentuk dolar AS sebagai aset safe haven.

Lukman memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada di rentang Rp16.700 hingga Rp17 ribu per dolar AS pada perdagangan hari ini, mengindikasikan tekanan berkelanjutan terhadap mata uang Garuda.

Sentimen risk-off dan dampak perang tarif menjadi tantangan berat bagi rupiah dan mata uang emerging market lainnya. Kondisi ini memicu perlunya langkah mitigasi untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.