Palu, sultengekspres.com – Dalam rangka memperingati Hari Mangrove Internasional, gelombang kepedulian lingkungan membumbung tinggi di Kota Palu. Rembuk Pemuda Sulawesi Tengah (Sulteng) memprakarsai aksi kolaboratif penanaman 70.000 pohon mangrove di sepanjang pesisir Pantai Palu pada Sabtu, 26 Juli 2025.

Inisiatif luar biasa ini bukan sekadar seremoni, melainkan ikhtiar nyata generasi muda untuk menyelamatkan ekosistem Teluk Palu, memulihkan garis pantai yang vital, serta menegaskan komitmen mereka dalam menghadapi tantangan krisis iklim global.

Kegiatan masif ini menunjukkan semangat kolaborasi yang kuat. Selain melibatkan komunitas Mangrover, aksi ini turut diikuti oleh ratusan siswa, mahasiswa, dan berbagai organisasi pemuda dari beragam kampus dan sekolah di Palu. Komitmen jangka panjang gerakan rehabilitasi mangrove ini pun diperkuat dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Rembuk Pemuda dan Mangrovers.

Yang menjadikan gerakan ini kian istimewa adalah filosofi di baliknya, yang disampaikan langsung oleh Ketua Rembuk Pemuda Sulteng, Fathur Razaq. Ia memaknai penanaman mangrove sebagai “sedekah alam”, sebuah bentuk syukur dan ibadah sosial kepada lingkungan.

“Kami tanam mangrove bukan untuk seremonial, tapi sebagai bentuk syukur dan sedekah kami kepada alam. Kami percaya, menjaga alam adalah bagian dari ibadah sosial,” ujar Fathur dengan penuh keyakinan.

Fathur Razaq tak hanya berhenti pada ajakan. Ia menantang semua pihak untuk berani bermimpi besar dan bertindak nyata, termasuk dunia industri. Dengan tegas, ia menyinggung minimnya kontribusi korporasi besar dalam upaya reboisasi di Sulteng.

“Kami anak muda saja bisa menanam 70 ribu pohon. Sementara perusahaan-perusahaan besar di Sulteng belum ada yang menanam sebanyak ini. Harusnya ada regulasi yang mewajibkan tambang atau industri menyumbang bibit setiap tahun,” tegasnya, menyuarakan harapannya akan kebijakan yang lebih pro-lingkungan.

Rembuk Pemuda bahkan memiliki cita-cita yang lebih ambisius: menanam satu juta pohon setiap tahun, baik di darat maupun di laut.

Lebih jauh, Fathur Razaq mengungkapkan visi jangka panjangnya untuk menjadikan pesisir Palu sebagai destinasi wisata kelas dunia yang hijau dan lestari.

“Kalau seluruh garis pantai Palu ini ditanami mangrove, saya yakin suatu hari akan menjadi seperti Miami. Tempat wisata bahari, ekonomi pesisir tumbuh, dan masyarakat hidup berdampingan dengan alam,” ucapnya penuh optimisme, menggambarkan potensi besar yang bisa dicapai jika upaya konservasi ini berkelanjutan.

Visi ini menunjukkan bahwa rehabilitasi lingkungan tidak hanya berdampak ekologis, tetapi juga ekonomis dan sosial.

Ketua Mangrovers, Ismail, menyambut baik dan menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas kolaborasi dengan Rembuk Pemuda ini. Ia menyebut kegiatan ini sebagai titik balik perjuangan komunitasnya yang selama ini berjuang sendiri dalam menanam mangrove sejak pasca-tsunami 2018.

“Hari ini kami tidak sendiri. MoU ini jadi bukti kolaborasi nyata. Mangrove terbukti bisa meredam ombak, menyerap karbon 10 kali lebih besar daripada pohon di hutan, dan sekarang sudah memberi manfaat ekonomi, misalnya munculnya kerang di area tanam,” jelas Ismail, menegaskan fungsi vital mangrove sebagai pelindung alami, penyerap karbon, sekaligus penopang ekonomi pesisir.

Dukungan juga datang dari pemerintah provinsi. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulteng, Simpra Tajang, mengapresiasi gerakan ini sebagai inovasi generasi muda dalam menjaga garis pantai. Ia menyebut aksi ini sejalan dengan program-program Pemprov seperti “Berani Makmur” dan “Berani Tangkap Banyak” yang fokus pada ekonomi hijau dan potensi kelautan.

“Mangrove bukan hanya pelindung alami dari abrasi dan tsunami, tapi juga bisa menjadi bagian dari ekonomi hijau. Bahkan bisa masuk skema carbon credit jika regulasi kita mendukung,” ujar Simpra Tajang, membuka wawasan tentang potensi ekonomi baru dari ekosistem mangrove yang sehat.

Kegiatan penanaman 70.000 mangrove ini diramaikan oleh partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat, termasuk HMI Cabang Palu, UKOM dan BPM Fakultas Hukum, OSIS SMAN 1 & SMAN 3 Palu, Teknik Unismuh, UKOF FMIPA, dan Himpunan Mahasiswa Fisika. Penanaman mangrove dilakukan dari titik Layana hingga menyisir kawasan Citraland, sebagai bagian dari langkah nyata menuju pesisir yang hijau, kuat, dan lestari.

“Semoga ini bukan akhir, tapi justru awal dari gerakan restorasi mangrove yang masif dan berkelanjutan. Kalau kita jaga alam, alam pasti akan menyediakan apa yang kita butuhkan,” tutup Fathur Razaq, menyerukan optimisme dan komitmen jangka panjang.